Kali Bekasi Berubah Warna dan Mengandung Minyak Serta B3

Ilustrasi Kali Bekasi tercemar
Bekasi,  Air di saluran sekunder dari aliran Kali Bekasi kembali berubah warna menjadi hitam pekat dan bau, pada Minggu (17/09/2017). Kondisi tersebut diduga akibat dari tidak terawatnya aliran sungai dan baku mutu air tersebut. Pasalnya selama ini aliran Kali Bekasi menjadi bagian suplay air Bersih PDAM Bekasi.

Dilansir dari pojoksatu, pengamat Lingkungan, Benny Tunggul mengatakan, perubahan air tersebut diduga akibat limbah industri yang mengendap di kali tersebut. Hal tersebut terlihat dari sampel yang ia ambilnya di Jalan Kemakmuran, Kelurahan Margajaya.

’’Kalau limbah rumah tangga kita rasa tidak begitu dipermasalahkan karena itu bisa diatasi ya, ini kan terjadi karena limbah industri, limbahnya mengandung B3 (Bahan Berbahaya Beracun), Ini sudah mengandung minyak juga, artinya dengan mengandung minyak berarti terjadi pencemaran yang cukup berat. Sehingga jika dikonsumsi bisa berbahaya,” kata Benny.

Menurutnya, Pemkot Bekasi dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi harus melakukan pengawasan dan peremajaan kali. Selain itu, perlu ada normalisasi untuk mengubah dan meremajakan mutu air.

Kemudian, pria berkacamata ini mengatakan, proses pengawasan yang dilakukan oleh pihak terkait jangan sekedar pendataan perusahaan yang melakukan pencemaran.

Tapi juga harus mampu memberikan sanksi seperti yang dilakukan Kementrian Lingkungan Hidup dengan memasukan di dalam daftar biru, daftar hijau, dan daftar hitam.

“Itu menjadi waring law inforcement daripada pencemaran karena selama ini yang kita lihat apabila ada pencemaran mereka bersifat seperti pemadam kebakaran, nggak ada follow up. Jadi nggak ada punishment (hukuman),” tuturnya.

Dirinya menyarankan supaya pihak – pihak terkait melakukan kordinasi yang baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. “Sepatutnya wali kota mengadakan rapat yang terintregasi untuk penanganan kali yang ada di Kota Bekasi,” tutupnya.

Sementara itu, Direktur Teknik PDAM Tirta Patriot Tjetjep Ahmad Pada Kamis (14/9/2017), mengatakan, ada sekitart 30 ribu KK yang terdampak persoalan tersebut. Pihaknya juga menghentikan proses produksi karena kandungan air dinilai berbahaya dan sangat tercemar.

0 Komentar